Iklan

Salah Kaprah..!! Sebut Anak sebagai Tertanggung Asuransi Pendidikan

Sekrip Kita - Brian namanya. Bocah berkulit kuning langsat itu tengah sebagian senangnya berceloteh, Pengucapan kata-katanya belum jelas benar. " Namun, itu yang buat Brian menggemaskan, " kata sang ibu, Sesilia Trina, memberi komentar tingkah-polah lucu buah hatinya itu.

Walau bicara juga Brian belum jelas, Sesilia mengakui dia berbarengan suaminya jauh-jauh hari telah menyiapkan hari esok si kecil. Hari esok Brian, untuk pasangan muda yang tinggal di Kota Bekasi, Jawa Barat, ini termasuk juga menyiapkan dana pendidikan.


" Biaya pendidikan kan mahal, " tutur Ronald Levi, ayah Brian.

Biaya pendidikan memanglah dari tahun ke tahun kasat mata selalu menanjak. Kompas. com, pada pertengahan 2014 pernah menulis kalau rerata biaya pendidikan di Indonesia naik 15 % per tahun.

Sinyal seperti itu menunjukkan kalau persiapan awal untuk menghitung-hitung cost pendidikan anak yaitu hal yang penting. Begitu, anak memperoleh jaminan mencukupi untuk meniti pendidikan setinggi mungkin saja dengan kesiapan dana optimal.



Asuransi pendidikan jadi satu diantara cara pasangan Sesilia dan Ronald mempersiapkan hari esok Brian.

Salah kaprah

Dibanding dengan negara tetangga, seperti penelitian yang disosialisasikan laman kreditgogo. com pada dua tahun silam, Indonesia tidaklah sendirian masalah biaya pendidikan yang menjulang.

Uang pangkal perguruan tinggi di Malaysia, umpamanya, bisa meraih 25. 000 ringgit atau setara dengan Rp 90 juta menggunakan kurs saat ini. Di Singapura, uang pangkal masuk universitas meraih 15. 000 dollar Singapura, setara sekitaran Rp 140 juta.


Asuransi pendidikan yang disediakan jauh-jauh hari memanglah bisa jadi alternatif jalan keluar untuk menghadapi tingginya biaya pendidikan. Tetapi, beberapa hal perlu diamati saat pilih langkah ini.

Seperti terjadi di semua asuransi lain, terdapat beberapa ketentuan yang perlu dipahami juga oleh konsumen polis. Untuk asuransi pendidikan, salah kaprah yang paling sering terjadi yaitu masalah siapa sebagai tertanggung disini.

Menurut Joice Tauris Santi, satu diantara penulis buku Selami Asuransi Untuk Proteksi Diri, banyak konsumen asuransi pendidikan yang mencantumkan nama anak sebagai tertanggung.

" (Walau sebenarnya, untuk asuransi pendidikan) seharusnya tertanggung yaitu orang-tua, " kata Joice, Senin (8/8/2016).

Tertanggung untuk semua asuransi, lanjut wanita yang juga perencana keuangan ini, yaitu pihak yang dilindungi oleh kontrak asuransi itu. Jadi, saat terjadi resiko pada tertanggung, pakar warisnya akan jadi penerima manfaat.

Lantas, tujuan asuransi yaitu memproteksi pendapatan atau aset. Tiap-tiap keluarga jamak miliki banyak rencana, seperti beli rumah, berekreasi, atau disini menyiapkan dana pendidikan.



Rencana-rencana itu membutuhkan biaya yang dihimpun dari pendapatan suami atau istri. Selama suami atau istri bekerja dan masihlah memperoleh pendapatan dan rajin menyisihkan beberapa pendapatannya untuk meraih maksud keuangan keluarga, besar kemungkinan gagasan itu akan terwujud.

Walau demikian, saat berjalan resiko pada suami atau istri--seperti menanggung derita penyakit, kecelakaan hingga tak mampu bekerja lagi, atau bahkan juga meninggal dunia--penghasilan juga tidak lagi bisa diharapkan untuk mewujudkan sebagian rencana itu.

Di sinilah asuransi miliki peran, dengan tujuan asuransi dan ketepatan penyebutan tertanggung jadi penting.

Memakai proteksi asuransi--termasuk pendidikan--akan sediakan uang pertanggungan ketika resiko menimpa tulang punggung ekonomi keluarga.

Uang pertanggungan ini yang lalu bisa digunakan untuk meneruskan rencana seperti menyekolahkan anak seperti gagasan semula, meskipun tak ada lagi sokongan dana dari orang-tua.

Karenanya, tak tepat mengatakan nama anak sebagai tertanggung untuk asuransi pendidikan. Saat nama anak jadi tertanggung, berarti yang diproteksi yaitu resiko atas anak.



Walau sebenarnya, tujuan asuransi pendidikan yaitu meyakinkan si anak tetap dapat bersekolah meskipun ada resiko yang berkonsekuensi ekonomi terjadi pada orangtuanya.

Lagi juga, orang-tua tak tergantung dengan cara ekonomi pada anak dalam konteks ini, bukan ?

Apabila menjadikan anak sebagai tertanggung untuk asuransi pendidikan, seakan-akan anak yaitu sumber ekonomi keluarga yang darinya ahli waris akan memperoleh uang pertanggungan waktu resiko terjadi.

Apakah orang-tua akan bersekolah lagi menggunakan uang pertanggungan asuransi pendidikan dalam skema tersebut?

Jadi, untuk keluarga-keluarga seperti Sesilia dan Ronald, pastikan memeriksa lagi siapa nama tertanggung dalam asuransi pendidikan untuk menjamin hari esok si buah hati.

Paling pas, hindari menulis nama anak sebagai tertanggung dalam polis asuransi ini. Sudah periksa?. (Kompas. com)

Artikel Terkait: